Modifikasi Cuaca dan Pawang Hujan, Kok Bisa?

Sirkuit MotoGP Mandalika mendapat sorotan dunia karena adanya sosok pawang hujan, Rara Istiani, hingga viral di media sosial. Terlepas dari pro dan kontra yang ditimbulkan, ia melakukan ritual tradisional yang sukses menarik perhatian penonton dan media luar negeri. Namun tulisan ini bukan membahas metode tersebut 😄

Kalau saya percaya doa meminta hujan, adapula yang menggunakan cara lainnya. Namun, akan berbeda jika dibahas dari segi sains dan ditangani oleh ahli cuaca.

Disclaimer: Penulis bukanlah ahli cuaca. Penulis hanya orang kepo yang mencari tahu metode manipulasi cuaca setelah viral pawang hujan sirkuit Mandalika. 

Modifikasi atau manipulasi cuaca merupakan metode untuk mengatur cuaca di suatu daerah tertentu. Pengaturan cuaca digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menanggulangi banjir, mengalihkan badai, menaikkan curah hujan (rain enhancement), mengurangi curah hujan (rain reduction), menaikkan produksi pangan, bahkan membersihkan polusi. 

Selain itu, pemanasan global (global warming) mengakibatkan terjadinya perubahan iklim (climate change), oleh karena itu TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) telah menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan untuk mereduksi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana karena faktor iklim dan cuaca. Btw, apa sih yang diutak-atik oleh para ahli cuaca? Apakah modifikasi cuaca ini benar-benar ampuh? 

Para ahli cuaca mempelajari karakteristik dan proses terbentuknya awan, hujan, badai serta berbagai hal mengenai atmosfer bumi. Setelah mendapatkan informasi mengenai hal-hal tersebut, mereka melakukan berbagai eksperimen untuk berbagai hal, entah itu memindahkan, mempercepat, memperlambat, atau mengacaukan proses tersebut sehingga lebih menguntungkan bagi area sekitar. Modifikasi cuaca, walau di awal penemuan dan penerapannya masih diragukan bahkan dianggap tabu, bisa dikatakan cukup membantu dalam mengatasi banyak masalah akibat faktor cuaca dan iklim. Modifikasi cuaca tidak bisa menghentikan hujan atau badai sepenuhnya, namun penggunaan metode ini mengurangi dampak kerusakan akibat banjir, badai dan sebagainya. Daerah dengan curah hujan rendah menggunakan metode ini untuk membantu menaikkan hasil panen. 

Di sisi lain, 'utak-atik' cuaca ini juga memiliki kelemahan. Selain hasil yang tidak dapat selalu akurat karena dipengaruhi berbagai faktor, adakalanya modifikasi cuaca ini menimbulkan dampak merugikan di area lain misal banjir, angin topan, atau kekeringan jangka pendek. 

Beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, China. Uni Emirat Arab telah menggunakan metode ini untuk berbagai kepentingan seperti menaikkan curah hujan, membuat langit tetap cerah, bahkan memutihkan awan. 

Proses Pembentukan Awan dan Karakteristiknya

Awan terbentuk dari uap air yang berasal dari berbagai tempat di daratan, seperti lautan, sungai, danau dan sebagainya. Uap air ini akan berkumpul menjadi awan. Awan-awan ini bergerak mengikuti berhembusnya angin dan naik semakin tinggi di langit. Pada kondisi tertentu, awan akan mengembun dan turun sebagai hujan. Air hujan kembali ke daratan, diserap tanah sebagai air tanah. Siklus ini berlangsung terus menerus, yang kita kenal sebagai siklus air. 


Gambar 1. Siklus Air
Sumber: Wikipedia

Tetesan awan terbentuk ketika uap air atmosfer mengembun pada partikel kecil di atmosfer yang disebut cloud condensation nuclei (CCN). Umumnya, awan terdiri dari pusaran kecil air dengan diameter berkisar dari beberapa mikrometer hingga beberapa puluh mikrometer. Jumlah tetes awan per sentimeter kubik berkisar kurang dari 100 sampai lebih dari 1000; 200 tetes per sentimeter kubik merupakan nilai rata-rata. Awan-awan di atas lautan umumnya memiliki tetes awan lebih sedikit per sentimeter kubiknya daripada di daratan, karena CCN yang lebih sedikit terdapat di udara sekitar lautan.

Karakteristik penting awan adalah temperatur. Awan dikategorikan sebagai awan hangat ketika suhunya di atas 0° C. Seringkali, awan terbentuk pada ketinggian tertentu di mana suhunya di bawah 0° C, tetapi tetesannya tidak membeku karena kemurnian air penyusunnya. Awan ini disebut awan supercooled. Dalam atmosfer, fenomena supercooling (kondisi di mana air tidak membeku dalam suhu di bawah titik beku) hingga temperatur −10° C atau bahkan −20° C merupakan hal yang lazim. Semakin rendah suhunya, semakin besar peluang tetesan air akan mengganggu inti es (ice nuclei), yang menyebabkan pembekuan. Pada suhu di bawah −40° C, dilihat secara kasat mata, awan terdiri dari kristal es.

Banyak awan cair, baik jenis hangat atau supercooled, stabil di mana ukuran tetesan berkisar hingga beberapa puluh mikrometer, dan awan akan bertahan selama beberapa waktu tanpa menghasilkan hujan atau salju.

Terkadang secara alamiah awan kekurangan inti es dan hasilnya awan supercooled mungkin bertahan selama beberapa jam. Jika ini permasalahannya, penambahan inti es dapat merusak kestabilan awan dengan menyebabkan terbentuknya kristal es yang akhirnya mengembun.

Btw, apa yang menyebabkan awan bisa seperti itu?

Hmm 🤔 banyak faktor sih. Karakteristik awan di satu tempat berbeda dengan tempat lain, walau jenisnya sama. Adapula peristiwa di mana komposisi awan masih berada dalam fase cair, namun masih dapat terkondensasi menjadi awan dan tidak terurai menjadi hujan. Ketebalan awan juga bukan faktor penentu utama hujan/salju bisa terbentuk lewat penyemaian awan. Aliran udara, suhu di atas awan, ketinggian baseline awan bahkan topografi bumi di bawahnya juga memilki pengaruh sendiri. Jika dibahas satu per satu, maka tulisan ini akan jadi amat sangat panjang alias malas dan ntar nggak jadi posting, maafkeun. Kalau mau dianalisis lewat teori kimia/fisika, ini adalah salah satu penjelasannya.


Gambar 2. Diagram Fasa Air
Sumber: Wikipedia

Tekanan atmosfer berbanding terbalik dengan ketinggian. Seperti yang bisa diamati dari diagram ini, air dapat membeku atau masih dalam kondisi cair di suhu 0ºC pada tekanan 1 atm. Semakin tinggi posisi awan dari daratan, tekanan atmosfer akan semakin rendah. Umumnya awan dengan suhu -40ºC atau lebih rendah dan berada di ketinggian 5000 m telah berubah menjadi kumpulan partikel es, Tekanan atmosfer di ketinggian tersebut adalah 3466,38 Pa atau sekitar 3500 Pa, yang kalau dicocokkan dengan diagram di atas, fase air sudah dalam kondisi padat (beku). Demikian pula dengan jenis lainnya, misal awan hangat di suhu di atas 0ºC dengan ketinggian lebih rendah (±3000 m). Tekanan atmosfer di ketinggian 3000 m = 6132,83 Pa atau sekitar 6000 Pa, maka jika dilihat pada diagram, awan tersebut berada pada fase cair. 

Perkembangan Metode Modifikasi Cuaca

Era modern modifikasi cuaca secara ilmiah dimulai di tahun 1946. Vincent J. Schaefer, Irving Langmuir dan rekan-rekannya melakukan riset di General Electric Research Laboratories, Schenectady, N.Y. Mereka melakukan berbagai riset hingga akhirnya pada tahun 1943 fokus mereka beralih pada precipitation static, aircraft icing, ice nuclei, fisika awan. Suatu hari, Schaefer meletakkan dry ice dalam 'cold box' karena suhunya terlalu hangat untuk melakukan eksperimennya. Ia kemudian 'membuat awan' dengan meniup kotak tersebut. Dalam sekejap, uap air dari napas tersebut berubah menjadi jutaan kristal es mikroskopis. Pada tahun 1946, Schaefer dan rekan-rekannya melakukan tes lapangan cloud seeding menggunakan dry ice dengan pesawat terbang, menghasilkan hujan salju dan es. Eksperimen Schaefer-Langmuir di laboratorium dan atmosfer menunjukkan bahwa awan dengan komposisi tetesan air pada suhu di bawah titik beku dapat dimusnahkan. Prinsip utamanya adalah perubahan suhu tiba-tiba pada awan sehingga awan terurai karena kandungan uap air berubah menjadi kristal es. Kristal es ini lalu jatuh ke daratan. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai metode tersebut dan pengembangan metode lainnya.

Metode Modifikasi Cuaca

1. Cloud Seeding 

a. Cloud Seeding with airplane/aircraft
Pemberian zat apapun pada awan untuk mengubah kondisi mereka disebut penyemaian awan atau cloud seeding. Awan hangat (di atas 0° C) telah disemai dengan berbagai jenis material seperti partikel natrium klorida atau kalsium klorida atau dengan water spray. Tujuan prosedur-prosedur ini adalah untuk memproduksi tetesan awan raksasa yang akan membesar oleh peleburan, lalu jatuh, dan membersihkan tetesan awan yang lebih kecil. Kabut di bandara telah disemai pula untuk mengurangi densitas kabut dan untuk memperbaiki visibilitas dan kondisi ceiling bandara. Awan hangat konvektif juga disemai untuk menaikkan curah hujan.
Kebanyakan aktivitas modifikasi awan berfokus pada awan supercooled dan telah melibatkan penyemaian dengan inti es. Material yang pertama kali digunakan sebagai agen cloud seeding adalah  dry ice. Temperaturnya sangat rendah yaitu sekitar −78° C yang menyebabkan kristal es terbentuk secara spontan dari uap air. Para ahli telah memperkirakan bahwa 1 gram dry ice akan menghasilkan setidaknya 3 × 1010 kristal es. Prosedur paling umum untuk penyemaian awan adalah menaburkan dry ice yang telah dihancurkan di atas awan dengan pesawat, dengan ukuran diameter partikel kurang dari 1 mm hingga beberapa mm, sepanjang jalur penerbangan. Kecepatan penyemaian umumnya adalah beberapa kilogram dry ice per kilometer penerbangan.
Dry ice sendiri memiliki kelemahan dalam penggunaannya yaitu sekali dry ice menguap, ia tidak akan berefek lagi pada awan tersebut. Ada zat lain yang dapat digunakan selain dry ice untuk menyemai awan. Misalnya, perak iodida dan timah iodida. Ketika dibakar, mereka menghasilkan asap yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Partikel ini menghasilkan kristal es dalam awan super dingin di suhu sekitar  −5° C bersamaan dengan menguapnya tetesan air dalam awan super dingin. Uap air kemudian dilepaskan dan berkumpul di kristal perak iodida atau timah iodida. Walau banyak material lain yang dapat menyebabkan pembentukan kristal es, namun bahan di atas adalah bahan yang paling sering digunakan. Umumnya, dry ice ditaburkan dari pesawat, tetapi inti kristal perak iodida dapat dihasilkan dari darat dan dibawa naik ke atas oleh aliran udara oleh alat piroteknik seperti roket dan sebagainya. Awan supercooled sekarang umumnya disemai dengan partikel perak iodida. Walau demikian, di Indonesia, dry ice masih banyak digunakan untuk cloud seeding.
Ada banyak teknik penyemaian dengan perak iodida. Semuanya memproduksi sejumlah besar partikel dengan kisaran diameter mulai dari 0,01 hingga 0,1 mikrometer. Prosedur umum metode ini adalah melarutkan perak iodida dalam larutan NaI dalam aseton. Konsentrasi perak iodida berkisar dari 1 hingga 10 persen. Ketika larutan dibakar dalam ruangan berventilasi pada suhu sekitar 1100° C, sejumlah besar inti es dihasilkan. Konsentrasi inti es naik dengan cepat ketika suhu menurun. Kuantitas tipikal pada suhu −10° C adalah 1013 ice nuclei per gram perak iodida. Paparan terhadap sinar UV menyebabkan deaktivasi yang cepat pada inti perak iodida. Konsentrasi inti mungkin berkurang dengan faktor 10 untuk paparan per jam.
Pesawat telah lama digunakan untuk menyalurkan spray air atau partikel garam. Sayangnya, spray larutan garam cenderung korosif pada permukaan pesawat dan harus ditangani dengan hati-hati. Dalam beberapa kasus, partikel bubuk natrium klorida meledak dari daratan.

b. Cloud Seeding with Ground Based Generator
Umumnya, kita mengenal metode penyemaian awan ini menggunakan pesawat terbang untuk menyemai awan dengan bahan-bahan tertentu sesuai kebutuhan. Dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan metode penyampaian bahan semai ke dalam awan dari darat, antara lain dengan menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG). Metode ini mempunyai prinsip kerja yang sama dalam menghantarkan bahan semai ke dalam awan, yaitu dengan memanfaatkan keberadaan awan-awan orografik dan awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai targetnya. Oleh karena itu, metode GBG digunakan untuk wilayah-wilayah yang mempunyai topografi pegunungan.
Pada TMC berbasis GBG untuk awan hangat, bahan semai didispersikan dari dataran tinggi yang berlokasi di sekitar lereng gunung atau perbukitan, ke dalam sistem awan hangat yang dimiliki gunung atau perbukitan tersebut. Awan hangat pada dasarnya adalah awan yang berada pada kondisi supersaturasi (supersaturated) dengan suhu 0° C ke atas. Pada awan jenis ini, jumlah tetesan air yang terbentuk dari kondensasi uap air jauh lebih banyak dari jumlah uap air aktual yang berada di dalam awan. Dengan kata lain, kelembaban relatif (Relative Humidity/RH) awan > 100%. Awan ini pada umumnya memiliki ketinggian puncak minimal 3350 m, tapi tidak lebih tinggi dari ketinggian di mana uap air berada dalam fase es, yaitu sekitar 4900-5500 m. Pada TMC GBG ini, bahan semai yang digunakan berupa bahan yang bersifat higroskopis. Bahan semai higroskopis digunakan karena sifatnya sebagai inti kondensasi yang dapat meningkatkan proses kondensasi, tumbukan dan penggabungan di dalam struktur awan. Contoh bahan semai higroskopis yang banyak digunakan pada jenis TMC GBG ini berupa flare atau larutan yang terbuat dari garam NaCl dan CaCl2.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi operasional dalam TMC berbasis GBG antara lain:
1. Peralatan GBG harus dipasang di lereng pegunungan atau perbukitan yang memiliki awan bertipe Cumulus orografis dengan ketinggian puncak awan < 5 km, di bawah suhu 00C.
2. Kondisi cuaca di lokasi di sekitar GBG dipasang harus memiliki karakteristik angin lembah yang signifikan, dengan RH lokasi > 50%.
3. Tinggi lokasi atau dasar tower GBG dihitung dari permukaan laut adalah sekitar 300 mdpl. Untuk tinggi towernya sendiri pada umumnya berkisar sekitar 50 m.
4. Bahan semai yang digunakan adalah bahan semai higroskopis yang dapat berbentuk material flare atau larutan higroskopis yang kemudian dibakar untuk menghasilkan inti kondensasi awan atau Cloud Condensation Nuclei (CCN). Bahan semai tersebut dapat terbuat dari material garam CaCl2 dan NaCl.
5. TMC warm cloud untuk penambahan curah hujan (termasuk TMC GBG), pada umumnya harus menghasilkan CCN yang berukuran 1-10 µm atau bahkan > 10 µm. Sementara untuk TMC dengan tujuan reduksi curah hujan, CCN yang dihasilkan harus berukuran ≤ 1 µm.

2. Penghilangan Kabut

Agar pesawat dan terbang dan mendarat dengan benar, maka memerlukan nilai minimal tertentu pada ceiling (ketinggian awan bawah di atas daratan) dan visibilitas. Di luar negeri misalnya di US sendiri, diperkirakan penutupan bandara karena kabut mengakibatkan kerugian biaya jutaan dolar bagi perusahaan penerbangan per tahunnya. Efek vital rendahnya visibilitas dan ceiling pada operasi militer  pesawat ditekankan dengan paksa selama Perang Dunia II ketika pesawat Sekutu terbang keluar dari Inggris saat cuaca berkabut.

Selama akhir 1930an, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghilangkan kabut, mulai dari menyemai dengan partikel garam, khususnya kalsium klorida. Walau dalam beberapa percobaan teknik ini berhasil, tetapi teknik ini tidak praktis. Selama pertengahan 1940an sejumlah besar panas digunakan untuk membersihkan jalur bandara. Skema ini disebut FIDO (Fog Investigation Dispersal Operations) dengan menempatkan kerosene burners sepanjang jalur penerbangan. Panas yang dilepaskan mengurangi kelembaban relatif udara dan menyebabkan penguapan tetesan air serta perbaikan yang cukup untuk ceiling dan visibilitas sehingga pesawat dapat terbang atau mendarat.


Gambar 3. Operasi FIDO
Sumber: Wikipedia

Penghilangan kabut supercooled dengan ice nuclei telah dilakukan selama bertahun-tahun. Panduan telah disiapkan untuk mengukur kuantitas dry ice untuk disebarkan beserta faktor apa saja yang mempengaruhi seperti kecepatan angin, ketebalan awan, dan suhu. Laju tipikal penyemaian mungkin sekitar dua kilograms per kilometer penerbangan. Peralatan khusus telah dikembangkan untuk menyalurkan dry ice flakes atau pelet dari pesawat atau daratan.

3. Precipitation Modification

Tidak lama setelah Schaefer membuktikan bahwa penyemaian dry ice dapat memodifikasi awan stratus supercooled, ada banyak proyek yang ditujukan untuk menaikkan curah hujan atau salju secara ekonomis. Pengujian pertama cloud seeding awan stratus menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil salju jatuh ketika dilakukan penyemaian. Beberapa ahli meteorologi memprediksi kalau penyemaian awan yang tebal memungkinkan penambahan substansial pada hujan atau salju, yang artinya semakin tebal awan maka peluang terjadinya hujan/salju makin besar. Namun, ketebalan awan sendiri tidak serta merta menjadi faktor utama penentu kuantitas hujan atau salju. Faktor lain seperti kekuatan dan persistensi cloud updraft (naiknya awan ke atas karena aliran udara), cloud-top temperatur (suhhu di atas awan), dimensi horizontal awan, dan karakteristik mikrofisik yang mempengaruhi jumlah  precipitation (proses yang terjadi setelah uap air mendingin, berkondensasi dan membentuk awan. Hasil proses ini menghasilkan hujan/salju).

Sifat awan yang kompleks sejauh ini telah menggagalkan upaya untuk mengembangkan prediksi kuantitatif curah hujan dengan akurasi yang cukup untuk digunakan untuk mengevaluasi skema penyemaian awan. Selain itu, curah hujan sangat bervariasi dalam ruang dan waktu. Akibatnya, tidak ada jawaban memuaskan berdasarkan teori fisika untuk menjawab pertanyaan, "Berapa banyak hujan atau salju yang akan turun jika tidak ada penyemaian awan?"

Bukti yang paling dapat diandalkan mengenai efek penyemaian awan berasal dari program di mana teknik statistik digunakan untuk merancang eksperimen dan menguji hipotesis yang berhubungan dengan efektivitas skema penyemaian awan tertentu. Banyak desain eksperimental dan prosedur evaluasi telah digunakan sejak akhir 1940-an. Ada banyak perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan dan ahli statistik tentang interpretasi program yang telah dilakukan di masa lalu.

Sebuah pertanyaan mendasar telah diajukan tentang nilai ilmiah dari proyek peningkatan curah hujan, yang dilakukan oleh kepentingan pribadi atau komersial. Operasi seperti itu, biasanya didasarkan pada asumsi bahwa penyemaian akan meningkatkan curah hujan. Mereka belum dilakukan sebagai eksperimen yang dirancang untuk menguji apakah hasilnya akan seperti itu atau tidak. Beberapa ahli statistik terkemuka menyatakan bahwa karena proyek-proyek ini tidak dengan sengaja memasukkan prosedur kontrol "acak" atau lainnya untuk mengurangi efek bias oleh operator, data yang mereka hasilkan tidak dapat digunakan untuk menguji kemanjuran penyemaian awan.

Atas dasar ini, pada tahun 1957 kesimpulan oleh Komite Penasihat AS untuk Kontrol Cuaca tentang efektivitas penyemaian awan ditolak oleh berbagai ahli statistik. Laporan akhir komite menyimpulkan bahwa curah hujan dari awan supercooled musim dingin di atas pegunungan barat Amerika Serikat meningkat sekitar 10 hingga 15 persen akibat dari penyemaian perak iodida. Sejak akhir 1990-an, perak iodida secara rutin digunakan untuk menyemai awan supercooled musim dingin di atas pegunungan barat Amerika Serikat untuk meningkatkan tumpukan salju.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa terkadang penyemaian inti es dapat meningkatkan curah hujan dari awan supercooled tertentu hingga beberapa puluh persen. Dalam keadaan lain, penyemaian dapat menyebabkan penurunan dengan besaran yang sama. Dalam situasi meteorologi lainnya, penyemaian tidak efektif. Dengan beberapa pengecualian, masih tidak mungkin untuk menentukan kondisi di mana efek positif atau negatif diharapkan terjadi. Tampaknya pada jenis awan supercooled tertentu, suhu di batas atas awan merupakan indikator penting tetapi bukan satu-satunya indikator efek yang paling mungkin dari penyemaian inti es.

Sejak akhir 1960-an, semakin banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan model matematis awan dan sistem awan. Setelah model yang akurat ada, maka menghitung kemungkinan hasil yang diharapkan dari penyemaian inti es melalui komputer dapat dilakukan. Pendekatan ini digunakan oleh Joanne Simpson dari Administrasi Layanan Ilmu Lingkungan AS dan lainnya untuk menguji efek dosis berat perak iodida pada awan cumulonimbus. Dia menemukan bahwa efek inti es pada awan konvektif besar sangat sesuai dengan prediksi teoretis. Awan spesifik tertentu tumbuh dan menghasilkan lebih banyak hujan daripada awan yang tidak disemai.

Masih ada satu pertanyaan penting belum terselesaikan berkaitan dengan efek penyemaian awan pada curah hujan melawan arah angin dari area target. Pada sebagian besar studi telah menunjukkan kelebihan curah hujan, tetapi masih ada kemungkinan penurunan tidak hanya jauh melawan arah angin tetapi juga ke semua arah lain.

Sejumlah tes telah dilakukan untuk merangsang curah hujan dari awan kumulus hangat dengan menaburkan partikel natrium klorida. Percobaan di India dan beberapa negara lain dilaporkan berhasil meningkatkan jumlah curah hujan.

4. Sifat Listrik Awan

Berbagai skema telah digunakan untuk memodifikasi sifat listrik awan dan terjadinya petir awan-ke-tanah. Penelitian telah menunjukkan bahwa dengan melepaskan sejumlah besar ion di dekat tanah, dimungkinkan untuk mempengaruhi sifat listrik awan kumulus kecil. Namun, ini tidak berarti bahwa awan besar dapat dipengaruhi dengan cara ini. Upaya untuk membuat pelepasan listrik secara artifisial untuk mencegah petir menyambar roket di landasan peluncuran adalah area penelitian aktif di Kennedy Space Center di Florida.

Sebagian besar pekerjaan modifikasi awan berkaitan dengan perubahan ukuran partikel awan atau daya apung udara awan. Sejumlah ilmuwan tertarik untuk mengembangkan prosedur untuk mengubah struktur listrik awan. Salah satu tujuan praktisnya adalah pengurangan jumlah kebakaran hutan yang disebabkan oleh petir. Awan kecil telah dimodifikasi secara elektrik dengan melepaskan sejumlah besar ion dari seutas kawat panjang yang dipasang di dekat tanah.

Upaya untuk mengubah sifat listrik badai petir besar telah melibatkan penyemaian dengan inti es dan, dalam rangkaian eksperimen lain, dengan sejumlah besar strip logam pendek. Tujuannya adalah untuk mencegah muatan listrik awan menjadi begitu terkonsentrasi sehingga sambaran petir akan terjadi.

Tidak ada bukti meyakinkan yang mendukung pernyataan bahwa pelepasan partikel bermuatan listrik akan mempengaruhi presipitasi dari kabut atau awan.

Sebuah program ekstensif berurusan dengan modifikasi badai petir telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan AS. Potensi badai petir diunggulkan dengan inti perak iodida. Karakteristik petir dari beberapa badai petir yang bergerak tampaknya telah berubah, tetapi masih belum dapat dibuktikan secara meyakinkan bahwa petir dari awan ke bumi dapat dikurangi.

5. Menekan Hujan Es

Di banyak wilayah di dunia, hujan es menyebabkan kerusakan besar pada pertanian, khususnya kebun buah-buahan dan ladang biji-bijian. Ada beberapa proyek penyemaian awan yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan akibat hujan es. Beberapa telah mencoba memasukkan begitu banyak inti ke dalam bagian cumulonimbus yang sangat dingin sehingga hampir seluruhnya akan diubah menjadi kristal es. Prosedur seperti itu, yang disebut overseeding, tidak dianggap praktis karena memerlukan sejumlah besar bahan untuk menyemai awan agar memiliki efek yang cukup besar.

Sebagian besar upaya pencegah hujan es didasarkan pada konsep bahwa kerusakan akan berkurang jika ukuran batu es dikurangi. Ini tidak memerlukan overseeding. Misalnya, awan tanpa seeding yang menghasilkan satu batu es dengan diameter dua sentimeter di setiap meter kubik udara. Jika penyemaian inti es dapat menyebabkan 100 batu es yang seragam dalam volume yang sama dari jumlah air superdingin yang tersedia, diameternya akan menjadi sekitar 0,4 sentimeter. Batu-batu kecil itu akan meleleh saat jatuh melalui lapisan udara hangat di bawah titik beku. Bahkan jika mereka tidak meleleh sepenuhnya untuk membentuk hujan, pada saat hujan es mencapai tanah, mereka akan terlalu kecil untuk menyebabkan kerusakan serius.

Penyemaian perak iodida dari potensi hujan es telah dilakukan di banyak negara. Sebagian besar inti es telah tersebar dari generator berbasis darat atau pesawat. Di Swiss, tampaknya ada lebih banyak hujan es yang dihasilkan dari seeding. Di Argentina, hasilnya tampaknya tergantung pada jenis situasi cuaca. Di Amerika Serikat hasil yang bervariasi telah dilaporkan.

Eksperimen Soviet menyuntikkan inti es langsung ke bagian awan yang sangat dingin melalui roket atau artileri. Dalam teknik terakhir, proyektil meledak dan menyebarkan inti. Roket membawa silinder zat piroteknik yang diresapi dengan iodida perak atau timbal iodida. Ia melewati awan saat terbakar selama 45 detik. Keberhasilan spektakuler dalam pengurangan hujan es dilaporkan oleh para ilmuwan Soviet. Rasio manfaat terhadap biaya yang dikutip berkisar dari 4 hingga 1 hingga 17 hingga 1. Tidak ada tes independen dari prosedur ini, dan akibatnya banyak ilmuwan atmosfer lainnya ragu-ragu untuk menerima klaim keberhasilan tersebut.

6. Penanggulangan Badai  

Badai dapat menyebabkan kehancuran yang meluas dan kesengsaraan manusia. Badai rata-rata memiliki energi yang luar biasa. Dalam satu hari energi yang dikeluarkan sekitar 1,6 × 1013 kilowatt-jam, atau setidaknya 8.000 kali lebih banyak dari daya listrik yang dihasilkan setiap hari di Amerika Serikat. Jumlah ini setara dengan ledakan harian 500.000 bom atom jenis Nagasaki 20 kiloton. Data ini menunjukkan bahwa tidak praktis untuk mencoba memodifikasi badai dengan pendekatan kekerasan. Penting untuk menemukan cara di mana masukan energi yang kecil dapat mengganggu ketidakstabilan alami dan menghasilkan hasil yang besar. Penyemaian inti es adalah salah satu pendekatan yang telah diselidiki di masa lalu.

Tes penyemaian badai pertama dilakukan pada tahun 1947 oleh Irving Langmuir dan rekan-rekannya, yang mendistribusikan sekitar 91 kilogram es kering yang dihancurkan dalam badai. Mereka tampaknya yakin bahwa penyemaian menyebabkan perubahan jalur yang diikuti oleh badai.

Pada 18 dan 20 Agustus 1969, Badai Debbie disemai sebagai bagian dari Proyek Stormfury, serangkaian eksperimen modifikasi badai yang dilakukan oleh Administrasi Layanan Ilmu Lingkungan dan Angkatan Laut AS. Dosis berat perak iodida dijatuhkan ke awan badai dari pesawat. Kecepatan angin maksimum yang diukur dalam badai menurun sebesar 31 dan 15 persen pada dua hari penyemaian. Pada 19 Agustus, hari di antara dua penerbangan, badai dilaporkan meningkat kembali.

Hasil percobaan ini berada dalam arah yang diprediksi oleh model matematis dari badai hipotetis. Karena angin terukur dalam dua badai yang muncul di tahun-tahun sebelumnya juga menurun, para ilmuwan Proyek Stormfury optimis bahwa badai dapat dimodifikasi secara menguntungkan. Studi selanjutnya, bagaimanapun, menyarankan bahwa intensifikasi badai adalah bagian dari siklus alam. Proyek Stormfury dihentikan pada tahun 1983, dan tidak ada program dalam modifikasi badai yang aktif saat ini.

Karakteristik tornado tampaknya mendikte program penelitian yang substansial untuk meningkatkan pemahaman dan pengendalian terhadap badai ini. Faktanya, sangat sedikit perhatian ilmiah yang dicurahkan pada upaya untuk memodifikasi tornado. Badai tornado mungkin dapat terpengaruh dengan menembakkan roket ke dalamnya dan mendistribusikan bahan untuk mengubah struktur suhu atau sifat listriknya. Sayangnya, sangat sedikit yang diketahui tentang tornado sehingga hanya sedikit ilmuwan yang yakin bahwa skema seperti itu akan efektif.

7. Perubahan Keseimbangan Radiasi di Dekat Tanah

Ketika udara bergerak melawan lereng gunung, ia dipaksa untuk naik, dan akibatnya dihasilkan awan dan hujan. Udara yang bergerak di atas pulau-pulau lautan tropis bekerja dengan cara yang sama bahkan ketika medannya datar. Tanah dan udara di atasnya lebih panas daripada air di sekitarnya. Arus konveksi yang meningkat berkembang di atas pulau. Hasilnya adalah udara yang bergerak di atas pulau naik dengan cara yang mirip dengan yang terjadi di atas gunung. Ini dikenal sebagai "efek gunung termal."

Para ilmuwan dari Esso Research and Engineering Company mengusulkan untuk menutupi area yang luas dengan aspal guna mensimulasikan hasil yang diamati di pulau-pulau tropis. Aspal hitam akan menjadi lebih panas daripada tanah yang lebih ringan di sekitarnya sehingga hal ini akan menyebabkan arus konvektif, gunung termal, dan lebih banyak curah hujan. Walau begitu, penelitian telah menunjukkan bahwa penurunan penguapan tanah dan transpirasi tanaman yang dihasilkan dari penutupan aspal sebenarnya akan menyebabkan pengurangan curah hujan konveksi kumulus.

Sekian dulu tulisan ini, sampai jumpa di lain kesempatan.

*lalu ketiduran di depan laptop* 💤

Terimakasih telah membaca!

Referensi:

Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca. 2020. Metode Penyemaian Awan dari Darat. http://wxmod.bppt.go.id/index.php/riset/teknologi-penyemaian-awan-dari-darat. Diakses 25 Maret 2022.

Battan, Louis J.. "weather modification". Encyclopedia Britannica. 28 Dec. 2017, https://www.britannica.com/technology/weather-modification. Accessed 24 March 2022.

Cahya, Indra. 2017. 7 Praktik Manipulasi Cuaca dan 'Pawang Hujan' yang Ada Secara Ilmiah. https://merdeka.com/teknologi/7-praktik-manipulasi-cuaca-dan-pawang-hujan-yang-ada-secara-ilmiah.html. Diakses 24 Maret 2022.

Comments